Mossad (Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim), badan intelijen Israel, dicurigai ikut melatih aparat intelijen Indonesia melalui angkatan bersenjata Singapura. Peneliti intelijen Herry Nurdi saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema Mossad di Balik Setiap Konspirasi yang dihelat di Istora Senayan, Jakarta, kemarin (2/3) sekitar pukul 13.00, mengatakan, "Latihannya di sekitar Kepulauan Riau pada 2006. Di depan ratusan orang yang datang di acara diskusi tersebut Herry mengatakan, "Ada latihan perang sekaligus training intensif tentang metode kontraterorisme, termasuk cara-cara menangkap aktivis yang dicurigai membahayakan kepentingan Singapura dan Israel."
Menurut pria kelahiran Surabaya itu, tindakan tersebut jelas-jelas melanggar hukum diplomatik internasional. Sebab, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Herry yang menuliskan analisis dan investigasinya dalam bentuk buku itu menilai pemerintah Indonesia kecolongan. Menurutnya, "Karena tidak ada undang-undang intelijen, hanya bertumpu pada kegalakan komisi I. Itu pun beberapa orang saja." Saat ditanya kesatuan mana yang dimaksud, apakah BIN (Badan Intelijen Negara) atau intelijen militer, Herry menolak menyebutkannya. Pria yang belajar jurnalisme investigasi di Lembaga Pers Dr Soetomo Jakarta itu menambahkan, "Yang jelas, faktanya ada. Tidak perlu pembuktian."
Herry memaparkan, berdasarkan riset dan investigasinya, hubungan Israel dan Singapura sudah berakar sejak puluhan tahun lalu. Pada 24 Desember 1965, enam perwira Israel mendarat di Singapura dengan tugas berbeda. Tim perwira pertama bertugas membangun Kementerian Pertahanan Singapura, dipimpin Kol Ellazari. Tim kedua dipimpin Yehuda Golan bertugas menyiapkan pasukan bersenjata Singapura yang awalnya hanya terdiri atas 40 sampai 50 orang. Tapi, saat ini pasukan tersebut telah menjelma menjadi kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia Tenggara.
Tokoh-tokoh yang langsung terlibat dalam keputusan pembangunan militer Singapura saat itu adalah Yitzhak Rabin sebagai kepala staf Pemerintahan Isreal, Ezzer Weztmann, dan Mayor Jenderal Rehavan Ze'evy yang kelak duduk menjadi menteri. Ze'evy sendiri yang kala itu terbang ke Singapura dengan nama samaran "Gandhi" berjanji membangun kekuatan militer Singapura sebagai kekuatan yang belum pernah ada di Asia Tenggara.
Selain kekuatan militer darat, Israel merancang Strategy Combatting Water bagi Singapura. Kekuatan tempur laut itu disiapkan Israel bersama Singapura secara khusus untuk menghadapi negara-negara maritim seperti Malaysia dan Indonesia. Karena itu, Lee Kuan Yew (ketika masih menjadi perdana menteri) memberikan izin secara resmi kepada Israel pada Mei 1969 untuk membuka Kedutaan Besar Israel di Singapura.
Di bagian lain, kerja sama intelijen Singapura dan Indonesia berjalan harmonis karena tidak ada panduan baku tata hubungan intelijen. (Jawa Pos)
0 comments:
Post a Comment